<h2 style="text-align:justify;">Upaya Ambisius untuk Pendanaan Iklim</h2>&nbsp;Dalam Konferensi Perubahan Iklim ke-29 (COP29) di Azerbaijan, dunia internasional tengah merumuskan langkah ambisius untuk mengamankan pendanaan iklim tahunan senilai US$1 triliun. Tujuannya adalah membantu negara-negara miskin dan berkembang dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang semakin intens. Namun, kendala terbesar adalah mencari sumber pendanaan yang dapat diterima secara global, di tengah keengganan beberapa ekonomi besar untuk memberikan komitmen konkret.&nbsp;Kelompok Tugas Global Solidarity Levies Task Force (GSLT), dipimpin oleh Prancis, Barbados, dan Kenya, telah mengajukan serangkaian usulan berbasis pajak. Usulan ini bertujuan untuk menciptakan mekanisme pendanaan yang adil sekaligus memanfaatkan potensi dari sektor-sektor besar penyumbang emisi. Berikut adalah rincian dari sumber-sumber pendanaan yang diusulkan.&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">Pajak Sektor Pengapalan</h3>Sektor pengapalan yang menyumbang sekitar 3% dari total emisi global menjadi salah satu target utama usulan pajak. Negara-negara Pasifik dan Karibia mengusulkan tarif US$150 per ton emisi CO2 ekuivalen, dengan rencana peningkatan setiap lima tahun. Sementara itu, Uni Eropa dan Jepang mendukung tarif awal sebesar US$100 per ton yang akan diterapkan pada 2027, sedangkan Bahama dan Liberia mengusulkan tarif yang jauh lebih rendah, yaitu US$18,75 per ton.&nbsp;Menurut analisis GSLT, tarif pajak sebesar US$150 hingga US$300 per ton berpotensi menghasilkan pendapatan tahunan hingga US$127 miliar pada 2027-2030. Pendapatan ini diperkirakan menurun menjadi US$36 miliar per tahun pada 2041-2050, seiring dengan berkurangnya polusi dari kapal karena regulasi yang lebih ketat.&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">Pajak Penerbangan</h3>Industri penerbangan menyumbang sekitar 2% emisi global. Dalam hal ini industri penerbangan menjadi sektor lain yang disoroti. Sebagian besar bahan bakar penerbangan saat ini tidak dikenai pajak. Usulan mencakup pengenaan pajak pada bahan bakar kerosene, jet pribadi, tiket kelas atas, hingga program frequent flyer. Pendapatan yang dihasilkan dari pajak ini diperkirakan mencapai US$19 miliar hingga US$164 miliar per tahun.&nbsp;Saat ini, terdapat 21 negara yang telah menerapkan pajak pada tiket penerbangan, termasuk Indonesia dengan tarif bervariasi dari 2 euro hingga hampir 500 euro tergantung rute penerbangan. Tantangan terbesar adalah memastikan kesetaraan penerapan pajak ini di seluruh dunia, termasuk mengatasi hambatan hukum yang mungkin muncul.&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">Pajak Bahan Bakar Fosil</h3>Bahan bakar fosil tetap menjadi kontributor utama emisi karbon. Banyak negara telah menerapkan pajak karbon atau pajak perusahaan energi, namun skala penerapannya masih terbatas. Greenpeace memperkirakan bahwa pajak US$5 per ton pada ekstraksi bahan bakar fosil dapat menghasilkan pendapatan hingga US$216 miliar per tahun mulai 2024.&nbsp;Selain itu, pengenaan pajak atas keuntungan besar (windfall tax) pada 14 perusahaan energi terbesar dunia dapat menghasilkan tambahan US$173 miliar hanya dalam dua tahun terakhir, menurut laporan ActionAid.&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">Pajak Transaksi Keuangan</h3>Lebih dari 30 negara, termasuk Inggris dan Prancis telah memberlakukan pajak pada transaksi keuangan. GSLT mengusulkan pajak global sebesar 0,1% untuk perdagangan saham dan obligasi, serta 0,01% untuk produk derivatif. Jika diterapkan secara global, pajak ini berpotensi menghasilkan US$238 miliar hingga US$419 miliar per tahun.&nbsp;&nbsp;<h3>Baca Juga: <a href="https://www.pajakku.com/read/5a6daa6a-6231-44b2-a401-2222c7dc0ae6/Indonesia-Merapat-ke-BRICS-Apa-Pengaruhnya-ke-Perpajakan?">Indonesia Merapat ke BRICS, Apa Pengaruhnya ke Perpajakan?</a></h3>&nbsp;&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">Harga Karbon Global</h3>Penetapan harga karbon global menjadi salah satu usulan strategis untuk mengurangi emisi. Saat ini, 75 mekanisme harga karbon telah diterapkan di 83 yurisdiksi, mencakup 24% emisi global. Namun, sebagian besar tarifnya masih di bawah US$40 hingga US$80 per ton, jauh dari target Dana Moneter Internasional (IMF) yang mengusulkan harga minimum US$25 hingga US$75 per ton, tergantung tingkat perkembangan negara.&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">Pajak Kekayaan</h3>Pajak kekayaan menjadi langkah lain yang diusulkan untuk menggalang dana. Negara-negara G20 telah mengusulkan pajak kekayaan minimum global sebesar 2% bagi sekitar 3.000 miliarder dunia, yang diperkirakan mampu menghasilkan pendapatan hingga US$250 miliar per tahun.&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">Pajak Kripto</h3>Kegiatan penambangan dan perdagangan aset kripto juga menjadi target dalam usulan pendanaan iklim. IMF memperkirakan bahwa pajak pada penggunaan listrik oleh penambang kripto sebesar US$0,045 per kWh dapat menghasilkan US$5,2 miliar per tahun. Pajak ini juga diharapkan dapat mendorong praktik yang lebih berkelanjutan dalam industri kripto.&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">Pajak Plastik</h3>Negara-negara peserta COP29 akan bertemu di Korea Selatan untuk membahas usulan pajak plastik, salah satu penyumbang besar polusi lingkungan. Pajak sebesar US$60 hingga US$90 per ton pada polimer plastik primer diproyeksikan menghasilkan pendapatan tahunan sebesar US$25 hingga US$35 miliar, menurut analisis Minderoo Foundation.&nbsp;&nbsp;<h2 style="text-align:justify;">Mengatasi Hambatan dan Meningkatkan Kesetaraan</h2>&nbsp;Meski usulan pajak ini menjanjikan pendapatan besar untuk pendanaan iklim, tantangan utamanya adalah memastikan penerapannya secara global dan adil. Negara-negara berkembang yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim sangat membutuhkan pendanaan ini, tetapi penerapan pajak sering kali menghadapi resistensi dari pelaku industri dan ekonomi besar.&nbsp;Negosiasi di COP29 diharapkan mampu menjembatani kesenjangan antara negara-negara maju dan berkembang, menciptakan mekanisme pendanaan yang transparan, serta memastikan dana yang terkumpul digunakan untuk mempercepat aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.&nbsp;&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">Baca Juga: <a href="https://www.pajakku.com/read/a8a2e33a-88bb-4aca-a34b-4abdc6d15bd7/Penguatan-Tata-Kelola-Pajak-Jadi-Kunci-Indonesia-Gabung-OECD">Penguatan Tata Kelola Pajak Jadi Kunci Indonesia Gabung OECD</a></h3>&nbsp;&nbsp;<h2 style="text-align:justify;">Implikasi Usulan Pajak Global bagi Indonesia</h2>&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">Kesempatan Mendapatkan Dukungan Pendanaan</h3>&nbsp;Sebagai negara berkembang yang rentan terhadap dampak perubahan iklim, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu penerima manfaat dari pendanaan iklim global yang diusulkan. Dengan beragam masalah iklim yang dihadapi, seperti peningkatan suhu, banjir, kenaikan permukaan laut, dan deforestasi, Indonesia membutuhkan pendanaan besar untuk program mitigasi dan adaptasi iklim.&nbsp;Pendanaan dari pajak global ini dapat mendukung proyek-proyek seperti perlindungan kawasan hutan, pembangunan infrastruktur hijau, transisi ke energi terbarukan, dan pengelolaan risiko bencana akibat perubahan iklim.&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">Dampak pada Sektor Maritim dan Penerbangan</h3>&nbsp;Namun, usulan pajak pada sektor pengapalan dan penerbangan juga memiliki konsekuensi langsung bagi Indonesia, yang merupakan negara kepulauan dengan ekonomi yang sangat bergantung pada logistik maritim dan pariwisata udara. Pengenaan pajak tambahan pada emisi sektor ini dapat meningkatkan biaya transportasi barang dan perjalanan, yang berpotensi memengaruhi daya saing ekspor Indonesia dan sektor pariwisata internasional.&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">Tantangan dalam Implementasi Pajak Karbon</h3>&nbsp;Indonesia juga sedang mengembangkan mekanisme pajak karbon di tingkat nasional, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Usulan pajak karbon global yang terstandarisasi, seperti yang diusulkan IMF, dapat memberikan tantangan baru dalam penyelarasan tarif dan sistem nasional dengan standar internasional. Indonesia harus memastikan bahwa penerapan pajak karbon tidak membebani pelaku usaha domestik secara berlebihan, terutama di sektor energi, sambil tetap berkontribusi pada pengurangan emisi global.&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">Peluang dari Pajak Kekayaan dan Transaksi Keuangan</h3>&nbsp;Bagi Indonesia, usulan pajak kekayaan dan pajak transaksi keuangan juga menjadi relevan. Dalam konteks nasional, pemerintah dapat mempertimbangkan penerapan pajak serupa untuk meningkatkan penerimaan negara dan mendukung pendanaan domestik bagi program mitigasi iklim. Sebagai negara dengan jumlah orang kaya yang terus bertambah, terutama dalam kategori miliarder dunia, Indonesia dapat memanfaatkan kebijakan ini untuk mempersempit kesenjangan sosial dan mendukung tujuan iklim.&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">Langkah Strategis untuk Berperan Aktif</h3>&nbsp;Dengan terlibat aktif dalam negosiasi COP29 dan kebijakan pajak global ini, Indonesia memiliki peluang untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil sesuai dengan kebutuhan negara-negara berkembang. Pemerintah Indonesia dapat menggunakan forum ini untuk memperjuangkan alokasi dana yang adil, akses yang lebih mudah bagi negara berkembang, dan pengakuan atas kontribusi Indonesia dalam menjaga ekosistem global, seperti hutan tropis dan laut sebagai penyerap karbon utama.&nbsp;Pendekatan diplomasi yang strategis di COP29 dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai pemimpin iklim di kawasan, sekaligus memastikan bahwa dampak ekonomi dari kebijakan ini tidak membebani masyarakat dan industri nasional secara tidak proporsional.&nbsp;&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">Baca juga Berita dan Artikel Pajakku lainnya di <a href="https://news.google.com/publications/CAAqBwgKMJbsxQswuYfdAw?ceid=ID:en&amp;oc=3&amp;hl=en-ID&amp;gl=ID">Google News</a></h3>

Dalam Konferensi Perubahan Iklim ke-29 (COP29) di Azerbaijan, dunia internasional tengah merumuskan langkah ambisius untuk mengamankan pendanaan iklim tahunan senilai US$1 triliun. Tujuannya adalah membantu negara-negara miskin dan berkembang dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang semakin intens.

Ragam Jenis Pajak Diusulkan menjadi Sumber Pendanaan Iklim di COP 29 Azerbaijan

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) merupakan dua inisiatif yang digagas pemerintah Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menarik investasi. Meski sama-sama bertujuan untuk meningkatkan perekonomian, terdapat perbedaan signifikan dalam hal struktur, fasilitas perpajakan, dan dampak ekonomi yang ditawarkan.&nbsp;&nbsp;&nbsp;<h2 style="text-align:justify;">Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)&nbsp;</h2>&nbsp;KEK merupakan kawasan khusus yang ditetapkan oleh pemerintah untuk menarik investasi dengan memberikan berbagai insentif fiskal dan nonfiskal. Tujuan utama KEK adalah untuk meningkatkan daya saing ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah tertentu. KEK sering kali berfokus pada strategi di sektor-sektor seperti industri, pariwisata, dan teknologi.<h3 style="text-align:justify;">&nbsp;</h3><h3 style="text-align:justify;"> Baca juga: <a href="https://www.pajakku.com/read/dfad570c-aad2-40ba-bfab-c509492afaa3/Ketahui-BKP-JKP-Tidak-Dipungut-PPN-di-Kawasan-Ekonomi-Khusus-(KEK)">Ketahui BKP JKP Tidak Dipungut PPN di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)</a></h3>&nbsp;&nbsp;<h2 style="text-align:justify;">Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)&nbsp;</h2>&nbsp;KAPET merupakan kawasan geografis dengan potensi pertumbuhan pesat, yang difokuskan pada sektor-sektor utama yang dapat mendorong pembangunan ekonomi di wilayah sekitarnya. KAPET dirancang untuk mempercepat pembangunan ekonomi dengan melibatkan masyarakat setempat dan memanfaatkan sumber daya yang ada. Fokus utama KAPET adalah mengembangkan sektor-sektor utama yang dapat berdampak langsung pada ekonomi setempat.&nbsp;&nbsp;<h2 style="text-align:justify;">Fasilitas Perpajakan di KEK</h2>&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">1. Tax Holiday</h3>&nbsp;Pengusaha di KEK dapat menikmati pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) Badan hingga 100% untuk jangka waktu tertentu, tergantung pada jumlah investasi yang dilakukan. Untuk investasi di atas Rp1 triliun, pengurangan PPh dapat berlangsung selama 10-25 tahun.&nbsp;&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">2. Tax Allowance</h3>&nbsp;Selain tax holiday, pelaku usaha juga dapat memanfaatkan fasilitas Tax Allowance, yang meliputi pengurangan laba bersih sebesar 30% selama enam tahun dan penyusutan/amortisasi yang dipercepat.&nbsp;&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">3. Pembebasan PPN</h3>&nbsp;Di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak dikenakan atas barang impor di dalam kawasan, sehingga memberikan manfaat tambahan bagi pelaku usaha.&nbsp;&nbsp;<h2 style="text-align:justify;">Fasilitas Perpajakan di KAPET</h2>&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">1. Pengurangan Pajak</h3>&nbsp;KAPET menawarkan fasilitas perpajakan yang lebih terbatas dibandingkan dengan KEK. PPh Pasal 26 mengenakan tarif dividen sebesar 10%, tetapi tidak ada fasilitas tax holiday atau fasilitas tax benefit yang sebanding dengan KEK.&nbsp;&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">2. Pengelolaan Terbatas</h3>&nbsp;Fasilitas perpajakan di KEK sering kali tidak dikelola secara efisien, sehingga berpotensi memberikan manfaat yang kurang optimal bagi pelaku usaha dibandingkan dengan KEK.&nbsp;&nbsp;<h2 style="text-align:justify;">Pengelolaan dan Infrastruktur&nbsp;</h2>&nbsp;<ul><li style="text-align:justify;">Pengelolaan kawasan juga menjadi faktor penting dalam perbandingan ini. KEK dikelola dengan pendekatan yang lebih terpadu, melibatkan kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah serta sektor swasta. Hal ini memungkinkan pembangunan infrastruktur yang lebih baik dan dukungan regulasi yang lebih kuat untuk menarik investasi.&nbsp;</li><li style="text-align:justify;">Sedangkan, KAPET daerah sering kali dikelola dengan anggaran terbatas, sehingga pembangunan infrastruktur menjadi lambat dan tidak efektif untuk menarik investor.</li></ul>&nbsp;&nbsp;<h2 style="text-align:justify;">Dampak Ekonomi</h2>&nbsp;<ul><li style="text-align:justify;">Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) telah menunjukkan hasil positif dalam meningkatkan investasi dan lapangan kerja. Hingga kuartal pertama tahun 2024, terdapat 20 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang aktif dan memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional.&nbsp;</li><li style="text-align:justify;">KAPET yang juga memiliki potensi meningkatkan ekonomi local, sering kali gagal mencapai hasil yang diinginkan karena berbagai tantangan implementasi dan manajemen.</li></ul>&nbsp;&nbsp;<h2 style="text-align:justify;">Tantangan KEK</h2>&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">1. Persaingan Regional</h3>&nbsp;KEK harus bersaing dengan daerah lain untuk menarik investasi, sehingga memerlukan strategi pemasaran yang efektif untuk menonjolkan keunggulan unik masing-masing daerah.&nbsp;&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">2. Ketergantungan pada Kebijakan Pemerintah</h3>&nbsp;Keberhasilan KEK sangat bergantung pada kebijakan pemerintah yang dapat bervariasi. Ketidakpastian kebijakan dapat menghambat keputusan investasi.&nbsp;&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">3. Meningkatnya Biaya Hidup</h3>&nbsp;Keberadaan KEK sering kali menyebabkan peningkatan biaya hidup di daerah sekitarnya, meskipun peningkatan upah pekerja mungkin tidak sebanding dengan kenaikan biaya hidup.&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">4. Manajemen Kompleks</h3>&nbsp;Manajemen Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) memerlukan koordinasi antara berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan sektor swasta. Hal ini dapat menjadi tantangan dalam penerapan kebijakan secara efektif.&nbsp;&nbsp;<h2 style="text-align:justify;">Tantangan KAPET</h2>&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">1. Fasilitas Pajak Terbatas</h3>&nbsp;KAPET tidak menawarkan insentif pajak yang komprehensif seperti KEK, sehingga kurang menarik bagi investor untuk berinvestasi di area ini.&nbsp;&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">2. Manajemen yang Tidak Efisien</h3>&nbsp;Banyak KAPET menghadapi tantangan dalam hal manajemen dan komitmen dari pemerintah daerah, yang dapat mengakibatkan infrastruktur yang tidak memadai dan dukungan bisnis yang tidak konsisten.&nbsp;&nbsp;&nbsp;<h3>Baca juga: <a href="https://www.pajakku.com/read/c92e7553-dcb7-4607-8678-da06adee89d0/Fasilitas-Kepabeanan-di-Kawasan-Ekonomi-Khusus-(KEK)">Fasilitas Kepabeanan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)</a></h3>&nbsp;&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">3. Pertumbuhan Ekonomi yang Tidak Merata</h3>&nbsp;KAPET sering kali mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang tidak merata di wilayahnya; beberapa wilayah dapat berkembang pesat sementara yang lain tetap tertinggal karena kurangnya investasi atau dukungan pemerintah.&nbsp; &nbsp;&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">4. Kurangnya Daya Tarik bagi Investor Besar</h3>&nbsp;Tanpa insentif perpajakan yang kuat, KAPET mungkin kesulitan untuk menarik investor besar dibandingkan dengan KEK, sehingga membatasi potensi pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut.&nbsp;Dalam konteks perpajakan, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) menawarkan fasilitas dan insentif yang lebih menarik dibandingkan dengan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET). Dengan adanya fasilitas tax holiday, tax allowence, dan fasilitas lainnya, KEK menjadi pilihan utama bagi investor yang ingin berinvestasi di Indonesia. Sementara itu, KAPET masih menghadapi tantangan dalam mengelola dan memaksimalkan efektivitas fasilitas perpajakannya. Dengan memahami perbedaan tersebut, pelaku usaha dapat membuat keputusan investasi yang lebih baik sesuai dengan kebutuhannya. Pemerintah juga perlu terus menjalankan kebijakan ini agar manfaatnya bagi perekonomian nasional dan masyarakat setempat dapat dimaksimalkan.<h3 style="text-align:justify;">&nbsp;</h3><h3 style="text-align:justify;"> Baca Berita dan Artikel Pajakku Lainnya di&nbsp;<a href="https://news.google.com/publications/CAAqBwgKMJbsxQswuYfdAw?ceid=ID:en&amp;oc=3&amp;hl=en-ID&amp;gl=ID">Google News</a></h3>

KEK & KAPET merupakan dua inisiatif yang digagas pemerintah Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menarik investasi. Meski sama-sama bertujuan untuk meningkatkan perekonomian, terdapat perbedaan signifikan dalam hal struktur, fasilitas perpajakan, dan dampak ekonomi yang ditawarkan. 

Perbedaan antara KEK dan KAPET dalam Konteks Perpajakan 

Pemerintah Indonesia terus memperbaharui regulasi perpajakan untuk meningkatkan efisiensi dan kepastian hukum. Salah satu langkah penting adalah penerbitan <a href="https://www.pajakku.com/tax-guide/ac3df254-cd60-4fe7-852d-5aa924d674f8/PER_MENKEU/74-TAHUN-2024 ">Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 74 Tahun 2024.</a> Aturan ini secara khusus mengatur tentang pembentukan cadangan piutang tak tertagih yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Menggantikan <a href="https://www.pajakku.com/tax-guide/9922/PER_MENKEU/219-PMK011-2012">PMK No. 219 Tahun 2012,</a> peraturan ini mulai berlaku sejak 18 Oktober 2024.&nbsp;Melalui aturan ini, pemerintah memberikan panduan yang lebih terperinci terkait pengelolaan piutang macet oleh sektor keuangan seperti perbankan, perusahaan pembiayaan, koperasi, dan lembaga keuangan mikro. Artikel ini akan membahas secara mendalam latar belakang, isi, serta dampak dari regulasi ini terhadap dunia usaha dan perpajakan.&nbsp;&nbsp;<h2 style="text-align:justify;">Latar Belakang dan Tujuan Peraturan</h2>&nbsp;<a href="https://www.pajakku.com/tax-guide/ac3df254-cd60-4fe7-852d-5aa924d674f8/PER_MENKEU/74-TAHUN-2024">PMK No. 74 Tahun 2024</a> diterbitkan untuk memenuhi kebutuhan akan kepastian hukum, keadilan, dan kemudahan administrasi perpajakan. Piutang tak tertagih sering menjadi persoalan kompleks bagi perusahaan, terutama dalam sektor keuangan. Dengan meningkatnya kasus kredit macet, regulasi ini bertujuan untuk memberikan kerangka kerja yang jelas dalam mencatat dan melaporkan cadangan piutang tak tertagih.&nbsp;Regulasi ini merujuk pada Pasal 20 ayat (3) <a href="https://www.pajakku.com/tax-guide/12737/PP/55-TAHUN-2022">Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2022 </a>yang menyatakan perlunya penyelarasan kebijakan pajak penghasilan dengan praktik pengelolaan risiko kredit. Selain itu, aturan ini dirancang untuk mengurangi potensi konflik antara pelaku usaha dengan otoritas pajak terkait pengakuan biaya cadangan.&nbsp;&nbsp;<h3>Baca juga: <a href="https://www.pajakku.com/read/a8198a77-3dc1-4e82-babc-99ad18b9da78/4-Golongan-Pembagian-Kualitas-Piutang-Pajak">4 Golongan Pembagian Kualitas Piutang Pajak</a></h3>&nbsp;&nbsp;<h2 style="text-align:justify;">Cakupan dan Entitas yang Diatur</h2>&nbsp;PMK ini mengatur sejumlah entitas yang memiliki hubungan langsung dengan pembiayaan dan risiko kredit. Beberapa entitas yang tercakup dalam aturan ini antara lain:&nbsp;<ol><li style="text-align:justify;">Bank Umum dan Bank Perekonomian Rakyat, termasuk yang beroperasi dengan prinsip syariah.</li><li style="text-align:justify;">Perusahaan Pembiayaan, seperti leasing, pembiayaan konsumen, dan anjak piutang.</li><li style="text-align:justify;">Koperasi Simpan Pinjam yang menyalurkan kredit atau pembiayaan berbasis syariah.</li><li style="text-align:justify;">Lembaga Keuangan Mikro.</li><li style="text-align:justify;">Perusahaan Pergadaian dan Perusahaan Modal Ventura.</li><li style="text-align:justify;">Entitas lain yang terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), seperti PT Sarana Multi Infrastruktur dan PT Permodalan Nasional Madani.</li></ol>&nbsp;Entitas-entitas ini dapat mengurangi cadangan piutang tak tertagih dari penghasilan bruto sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.&nbsp;&nbsp;<h2 style="text-align:justify;">Ketentuan Utama dalam PMK No. 74/2024</h2>&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">1. Pengakuan dan Penghapusan Piutang</h3>&nbsp;Wajib Pajak memiliki dua metode untuk menghapuskan piutang tak tertagih:&nbsp;<ul><li style="text-align:justify;">Penghapusan langsung, yaitu pada saat piutang dinyatakan tidak dapat ditagih.</li><li style="text-align:justify;">Pembentukan cadangan, yaitu mencadangkan sejumlah dana sejak awal pengakuan piutang untuk mengantisipasi kerugian akibat piutang macet.</li></ul>&nbsp;Khusus untuk pembentukan cadangan, PMK ini menetapkan bahwa pengakuan biaya harus sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia.&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">2. Batasan Cadangan yang Dapat Dikurangkan</h3>&nbsp;PMK ini menetapkan batasan maksimal cadangan piutang tak tertagih yang dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto. Besaran ini berbeda tergantung pada kualitas piutang dan entitas usaha:&nbsp;<ul><li style="text-align:justify;">Untuk piutang dalam tahap baik, maksimal 1,4% dari total nilai piutang.</li><li style="text-align:justify;">Untuk piutang dalam tahap buruk, maksimal 71%.</li><li style="text-align:justify;">Piutang kolektibilitas lancar di beberapa sektor diakui maksimal 1%, sementara piutang macet dapat diakui hingga 100%.</li></ul>&nbsp;Penentuan ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa pengakuan biaya cadangan tetap proporsional terhadap risiko riil.&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">3. Dokumen Pendukung</h3>&nbsp;Wajib Pajak wajib melampirkan dokumen berikut dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT):&nbsp;<ul><li style="text-align:justify;">Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.</li><li style="text-align:justify;">Bukti pemenuhan persyaratan, seperti dokumen penyerahan perkara ke pengadilan, perjanjian tertulis penghapusan utang, atau pengakuan tertulis dari debitur.</li></ul>&nbsp;Dokumen ini berfungsi sebagai bukti administrasi untuk menghindari potensi sengketa dengan otoritas pajak.&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">4. Pengelompokan Kualitas Piutang</h3>&nbsp;Regulasi ini mengharuskan pengelompokan kualitas piutang menjadi dua metode utama:&nbsp;<ol><li style="text-align:justify;">Berdasarkan staging, yang meliputi:<ul><li style="text-align:justify;">Tahap Baik</li><li style="text-align:justify;">Tahap Kurang Baik</li><li style="text-align:justify;">Tahap Buruk</li></ul></li><li style="text-align:justify;">Berdasarkan kolektibilitas, yang meliputi:<ul><li style="text-align:justify;">Lancar</li><li style="text-align:justify;">Dalam Perhatian Khusus</li><li style="text-align:justify;">Kurang Lancar</li><li style="text-align:justify;">Diragukan</li><li style="text-align:justify;">Macet</li></ul></li></ol>&nbsp;Setiap kategori memiliki penghitungan nilai cadangan yang berbeda, sesuai dengan tingkat risikonya.&nbsp;&nbsp;<h2 style="text-align:justify;">Ketentuan Peralihan</h2>&nbsp;Tahun 2024 sebagai tahun pertama implementasi, menjadi masa transisi penting. Nilai cadangan piutang tak tertagih pada akhir tahun 2023 yang dihitung dengan PMK lama harus disesuaikan dengan aturan baru ini. Penyesuaian tersebut dapat menghasilkan selisih lebih atau kurang yang akan diakui sebagai biaya atau penghasilan pada tahun 2024 dan 2025.&nbsp;Misalnya:&nbsp;Jika cadangan piutang pada akhir tahun 2023 sebesar Rp8,5 miliar (mengacu pada PMK lama) tetapi berdasarkan PMK baru menjadi Rp16 miliar, maka selisih Rp7,5 miliar dapat diakui sebagai biaya tambahan dalam 2 tahun pajak.<h3 style="text-align:justify;">&nbsp;</h3><h3 style="text-align:justify;"> Baca juga: <a href="https://www.pajakku.com/read/1441cf95-d26a-4b10-a417-77380f0a04fa/Hak-Mendahulu:-Bagaimana-Pajak-Menduduki-Antrian-Pertama-atas-Piutang-Pajak">Hak Mendahulu, Bagaimana Pajak Menduduki Antrian Pertama atas Piutang Pajak</a></h3>&nbsp;&nbsp;<h2 style="text-align:justify;">Dampak PMK No. 74/2024</h2>&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">1. Penyelarasan dengan Praktik Akuntansi</h3>&nbsp;Regulasi ini mendorong harmonisasi antara standar akuntansi keuangan dan pengaturan perpajakan, sehingga menciptakan transparansi lebih besar.&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">2. Pengelolaan Risiko Kredit</h3>&nbsp;Aturan ini memberikan panduan yang jelas kepada sektor keuangan untuk mengantisipasi kerugian dari piutang macet. Dengan penentuan batasan yang spesifik, entitas dapat lebih berhati-hati dalam mengelola portofolio kredit.&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">3. Implikasi Pajak</h3>&nbsp;Dengan pembatasan jumlah cadangan yang dapat dikurangkan, entitas usaha perlu memastikan dokumentasi dan perhitungan yang akurat untuk menghindari koreksi pajak.&nbsp;<a href="https://www.pajakku.com/tax-guide/ac3df254-cd60-4fe7-852d-5aa924d674f8/PER_MENKEU/74-TAHUN-2024">PMK No. 74 Tahun 2024</a> menjadi langkah penting dalam reformasi perpajakan di Indonesia, khususnya dalam pengelolaan cadangan piutang tak tertagih. Regulasi ini menawarkan pendekatan yang lebih sistematis dan adil, sekaligus memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak.&nbsp;Namun, keberhasilan implementasi aturan ini sangat bergantung pada pemahaman dan kepatuhan entitas usaha dalam menyesuaikan praktik mereka. Dengan mengikuti panduan yang ada, sektor keuangan diharapkan dapat meningkatkan efisiensi sekaligus mematuhi kewajiban perpajakan yang berlaku.&nbsp;&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">Baca juga Berita dan Artikel Pajakku lainnya di <a href="https://news.google.com/publications/CAAqBwgKMJbsxQswuYfdAw?ceid=ID:en&amp;oc=3&amp;hl=en-ID&amp;gl=ID">Google News</a></h3>

Pemerintah Indonesia terus memperbaharui regulasi perpajakan untuk meningkatkan efisiensi dan kepastian hukum. Salah satu langkah penting adalah penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 74 Tahun 2024. 

Aturan Baru Pembentukan Cadangan Piutang Tak Tertagih Berdasarkan PMK 74/2024

Program pengampunan pajak atau tax amnesty kembali menjadi sorotan setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui masuknya rancangan perubahan Undang-Undang Pengampunan Pajak ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Jika ini terlaksana, Indonesia akan menggelar program tax amnesty ketiga dalam sepuluh tahun terakhir.&nbsp;Rencana ini menuai reaksi beragam, mulai dari antusiasme di kalangan tertentu hingga kritik keras yang menilai langkah ini sebagai kebijakan kontraproduktif. Seiring dengan perubahan pemerintahan dari Presiden Joko Widodo ke Presiden Prabowo Subianto, tax amnesty kembali menjadi topik hangat dalam perbincangan kebijakan fiskal nasional.&nbsp;&nbsp;<h2 style="text-align:justify;">Usulan Mendadak dalam Prolegnas Prioritas</h2>&nbsp;Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak diajukan secara mendadak dalam rapat Badan Legislasi DPR (Baleg) pada 18 November 2024 di Kompleks Parlemen, Senayan. Sebelumnya, usulan ini tidak masuk dalam daftar pembahasan. Namun, Komisi XI DPR yang merupakan mitra kerja Kementerian Keuangan, mengajukan inisiatif tersebut pada rapat malam itu.&nbsp;Mukhamad Misbakhun, Ketua Komisi XI dari Fraksi Partai Golkar, menyatakan bahwa inisiatif ini muncul untuk memberikan peluang baru kepada wajib pajak yang belum memenuhi kewajibannya di masa lalu. Meski pada pemerintahan sebelumnya pemerintah berikrar tidak akan lagi menggelar tax amnesty, Misbakhun menegaskan bahwa perubahan pemerintahan memberikan ruang untuk pendekatan kebijakan yang berbeda.&nbsp;Komisi XI berencana membahas lebih lanjut cakupan dan perlindungan yang akan diberikan dalam program ini. Menurutnya, program ini bertujuan untuk menciptakan jalan keluar bagi wajib pajak yang ingin kembali patuh tanpa dihantui kesalahan masa lalu.&nbsp;&nbsp;<h3>Baca juga: &nbsp;<a href="https://www.pajakku.com/read/425d3e5c-2e4f-4a5a-8d65-9e29cad8d1a2/RUU-Pengampunan-Pajak-Jadi-Prioritas-Prolegnas-2025-Apa-Dampaknya">RUU Pengampunan Pajak Jadi Prioritas Prolegnas 2025, Apa Dampaknya?</a></h3>&nbsp;&nbsp;<h2 style="text-align:justify;">Sejarah Singkat Pengampunan Pajak di Indonesia</h2>&nbsp;Sejak reformasi, Indonesia telah menggelar dua kali tax amnesty. Program pertama diadakan pada tahun 2016-2017 di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo. Program ini dibagi dalam tiga periode dan berhasil menghimpun uang tebusan sebesar Rp135 triliun dari target Rp165 triliun. Dana repatriasi yang berhasil dikumpulkan mencapai Rp147 triliun, jauh di bawah target Rp1.000 triliun.&nbsp;Program kedua dilaksanakan pada tahun 2022 dengan nama Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Dibandingkan dengan program pertama, hasil PPS jauh lebih kecil, baik dari segi penerimaan maupun jumlah peserta. PPS juga sempat disebut sebagai program terakhir, dengan pemerintah saat itu berkomitmen mengoptimalkan data yang diperoleh untuk penegakan hukum perpajakan.&nbsp;Namun, jika tax amnesty ketiga kembali digelar pada 2026, Indonesia akan memiliki pola pengampunan pajak setiap sekitar lima tahunan, yaitu pada 2016, 2022, dan 2026. Siklus ini memunculkan asumsi bahwa pelanggaran pajak bisa “dimaafkan” secara berkala.&nbsp;&nbsp;<h2 style="text-align:justify;">Kritik dan Tantangan</h2>&nbsp;Rencana ini tidak lepas dari kritik, terutama dari kalangan pakar perpajakan. Melansir Kompas.id, Fajry Akbar, Peneliti Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) menilai bahwa kebijakan tax amnesty yang dilakukan berulang kali justru memperparah ketidakpatuhan wajib pajak. Ia menyebutkan bahwa adanya program pengampunan membuat masyarakat berpikir bahwa tidak ada konsekuensi nyata atas ketidakpatuhan pajak.&nbsp;Lebih jauh, Fajry mempertanyakan tujuan utama dari program ini, mengingat sebagian besar konglomerat sudah mengikuti tax amnesty jilid pertama pada 2016. Pada PPS 2022, jumlah peserta dan penerimaan menurun drastis, menunjukkan bahwa potensi penerimaan pajak dari program serupa sudah sangat terbatas.&nbsp;Hal senada disampaikan oleh Raden Agus Suparman, Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia. Ia menyatakan bahwa pengampunan pajak berulang kali menciptakan persepsi bahwa pembayaran pajak hanya perlu dilakukan lima tahun sekali. Hal ini diperburuk dengan tarif murah yang ditawarkan dalam program tax amnesty dibandingkan tarif normal pajak penghasilan (PPh).&nbsp;&nbsp;<h2 style="text-align:justify;">Dampak Kebijakan Terhadap Keadilan Pajak</h2>&nbsp;Program tax amnesty juga memunculkan isu keadilan. Di satu sisi, pemerintah berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025, yang akan berdampak langsung pada masyarakat kelas menengah-bawah. Di sisi lain, pemerintah justru memberikan peluang bagi konglomerat untuk menghapuskan kewajiban pajak masa lalu dengan biaya yang jauh lebih kecil dibandingkan tarif normal.&nbsp;Kebijakan ini dikhawatirkan akan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap konsistensi pemerintah. Kelas menengah-bawah yang sudah tertekan dengan kenaikan PPN bisa merasa tidak adil karena kelompok super kaya justru mendapat pengampunan pajak.&nbsp;&nbsp;<h2 style="text-align:justify;">Efektivitas Program Masih Diragukan</h2>&nbsp;Meski bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pajak, efektivitas tax amnesty masih menjadi tanda tanya besar. Pada program pertama, penerimaan pajak dari deklarasi jauh lebih tinggi dibandingkan repatriasi. Ini menunjukkan bahwa aset besar milik konglomerat masih tetap berada di luar negeri meski pemerintah menawarkan berbagai insentif.&nbsp;Raden Agus menyoroti perlawanan dari negara-negara seperti Singapura, yang menjadi surga pajak bagi banyak pengemplang pajak Indonesia. Beberapa perbankan di Singapura bahkan menawarkan subsidi kepada deposan agar mereka tidak memindahkan asetnya ke Indonesia, cukup mendeklarasikan harta mereka saja.&nbsp;Senada, kepada Kontan.co.id, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menyampaikan kritikannya terhadap kebijakan Tax Amnesty yang dinilai tidak efektif dalam meningkatkan penerimaan pajak, meskipun program ini telah dilaksanakan dua kali sebelumnya. Ia menyoroti bahwa rasio pajak Indonesia tetap stagnan, tanpa peningkatan yang signifikan, meski upaya pengampunan pajak telah dilakukan. Menurutnya, pelaksanaan Tax Amnesty yang berulang justru dapat menurunkan tingkat kepatuhan pajak, terutama di kalangan orang kaya dan korporasi besar, karena menciptakan asumsi bahwa pengampunan akan terus berlanjut di masa depan, yang menimbulkan risiko moral hazard. Selain itu, Bhima mengkritik pemerintah yang lebih fokus pada pelaksanaan Tax Amnesty baru tanpa menyelesaikan pencocokan data aset dari program sebelumnya, yang seharusnya menjadi dasar penguatan sistem perpajakan.&nbsp;&nbsp;<h3>Baca juga: <a href="https://www.pajakku.com/read/25b12126-4ffd-41df-907a-48bee57a558a/Ketahui-Sanksi-Berat-Penyalahgunaan-Pembebasan-Cukai-Berdasarkan-PMK-82-2024">Ketahui Sanksi Berat Penyalahgunaan Pembebasan Cukai Berdasarkan PMK 82/2024</a></h3>&nbsp;&nbsp;<h2 style="text-align:justify;">Peluang atau Langkah Mundur?</h2>&nbsp;Rencana pengampunan pajak jilid ketiga menimbulkan dilema. Di satu sisi, program ini memberikan peluang bagi pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka pendek. Namun, di sisi lain, program ini justru dapat memperburuk ketidakpatuhan pajak dan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kebijakan fiskal.&nbsp;Keberhasilan program ini sangat bergantung pada perencanaan yang matang, transparansi, dan strategi komunikasi yang tepat. Pemerintah juga harus memastikan bahwa kebijakan ini tidak memperburuk ketimpangan dan tetap memprioritaskan keadilan pajak untuk seluruh lapisan masyarakat.<h3>&nbsp;</h3><h3> Baca Berita dan Artikel Pajakku Lainnya di&nbsp;<a href="https://news.google.com/publications/CAAqBwgKMJbsxQswuYfdAw?ceid=ID:en&amp;oc=3&amp;hl=en-ID&amp;gl=ID">Google News</a></h3>

Program pengampunan pajak atau tax amnesty kembali menjadi sorotan setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui masuknya rancangan perubahan Undang-Undang Pengampunan Pajak ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. 

Tax Amnesty 2025: Peluang atau Ancaman Bagi Kepatuhan Pajak?

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam urusan perpajakan di Indonesia. Salah satu langkah strategis yang akan diterapkan mulai tahun 2025 adalah fitur prepopulated dengan cakupan yang lebih luas pada proses pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dalam sistem coretax atau Core Tax Administration System (CTAS).&nbsp;&nbsp;&nbsp;<h2 style="text-align:justify;">Apa Itu Fitur Prepopulated?</h2>&nbsp;Fitur prepopulated merupakan metode pengisian otomatis data perpajakan pada proses pelaporan SPT yang tersaji secara langsung di sistem elektronik. Data perpajakan yang dimaksud meliputi bukti potong (bupot)&nbsp;dari pihak ketiga dengan cakupan yang lebih luas, seperti PPh Pasal 21, 15, 22, 23, 25, dan PPh Final Pasal 4 ayat (2).&nbsp;Perlu diketahui bahwa saat ini fitur prepopulated bukanlah konsep baru. Fitur ini telah diterapkan dalam proses pelaporan SPT Tahunan, tetapi cakupannya sebatas bupot yang diberikan pemberi kerja seperti Bupot 1721 A1 dan 1721 A2.&nbsp;Ke depan, dengan fitur prepopulated yang cakupannya semakin diperluas ke jenis pajak lainnya, diharapkan semakin mempermudah Wajib Pajak dalam proses pengisian SPT, sehingga Wajib Pajak hanya perlu mengonfirmasi kebenaran informasi yang ada dan tinggal kirim jika SPT sudah benar.&nbsp;&nbsp;<h2 style="text-align:justify;">Manfaat Fitur Prepopulated bagi Wajib Pajak</h2>&nbsp;Adanya fitur prepopulated memberikan sejumlah manfaat signifikan bagi Wajib Pajak, antara lain:&nbsp;<ul style="list-style-type:disc;"><li style="text-align:justify;">Penghematan Waktu: Wajib Pajak tidak perlu lagi mengisi ulang data bupot karena informasi ini sudah otomatis tersaji.</li><li style="text-align:justify;">Kemudahan Pengisian: Proses pengisian SPT menjadi lebih sederhana dengan data yang langsung terintegrasi dari pihak pemotong/pemungut pajak.</li><li style="text-align:justify;">Akurasi Lebih Tinggi: Dengan data yang otomatis tersaji, risiko kesalahan input akibat kesalahan manusia (human error) dapat diminimalkan.</li><li style="text-align:justify;">Kemudahan Administrasi: Tidak perlu lagi menyimpan dokumen fisik bukti potong karena semua sudah tersimpan secara digital.</li></ul>&nbsp;&nbsp;<h3>Baca Juga: <a href="https://www.pajakku.com/read/9f7930d4-e176-449a-ba8d-cbd5026dcabc/Simak-Perubahan-Format-Pelaporan-Pajak-dengan-XML-di-Sistem-Coretax-DJP">Simak Perubahan Format Pelaporan Pajak dengan XML di Sistem Coretax DJP</a></h3>&nbsp;&nbsp;<h2 style="text-align:justify;">Fitur Prepopulated Tidak Wajib Digunakan</h2>&nbsp;Dengan adanya fitur prepopulated, Wajib Pajak diberikan fleksibilitas atas data perpajakan yang tersaji. Wajib Pajak diberikan kewenangan penuh untuk memanfaatkan data&nbsp;tersebut dengan mengubah data yang tersaji atau bahkan tidak menggunakannya sama sekali di dalam SPT yang dilaporkan.&nbsp;DJP memastikan bahwa keputusan akhir sepenuhnya berada di tangan Wajib Pajak sesuai dengan kebutuhan masing-masing.&nbsp;&nbsp;<h2 style="text-align:justify;">Kewajiban Pelaporan SPT Tahunan</h2>&nbsp;Meskipun fitur prepopulated mempermudah pengisian, penting untuk diingat bahwa kemudahan ini tidak menggugurkan kewajiban pelaporan SPT Tahunan oleh Wajib Pajak.&nbsp;DJP menegaskan bahwa WP tetap memiliki kewajiban melaporkan SPT sesuai Pasal 3 ayat (1) <a href="https://www.pajakku.com/tax-guide/6880/UU/28-TAHUN-2007">Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)</a>. Pasal ini menyatakan bahwa setiap WP wajib:&nbsp;<ul style="list-style-type:disc;"><li style="text-align:justify;">Mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas.</li><li style="text-align:justify;">Menggunakan bahasa Indonesia, huruf Latin, angka Arab, serta satuan mata uang rupiah.</li><li style="text-align:justify;">Menandatangani dan menyampaikan SPT ke kantor DJP atau tempat lain yang ditetapkan.</li></ul>&nbsp;Kewajiban ini berlaku bagi Wajib Pajak yang telah memenuhi syarat subjektif (usia dewasa) dan syarat objektif (memiliki penghasilan sesuai peraturan perpajakan). Namun, bagi WP yang penghasilannya di bawah Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP), pelaporan SPT tidak wajib dilakukan. Misalnya, seorang karyawan lajang tanpa tanggungan dengan penghasilan neto tahunan kurang dari Rp60 juta, maka tidak perlu menyampaikan SPT Tahunan.&nbsp;&nbsp;<h3 style="text-align:justify;">Baca juga Berita dan Artikel Pajakku lainnya di <a href="https://news.google.com/publications/CAAqBwgKMJbsxQswuYfdAw?ceid=ID:en&amp;oc=3&amp;hl=en-ID&amp;gl=ID">Google News</a></h3>

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam urusan perpajakan di Indonesia. Salah satu langkah strategis yang akan diterapkan mulai tahun 2025 adalah fitur prepopulated dengan cakupan yang lebih luas pada proses pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dalam sistem coretax atau Core Tax Administration System (CTAS). 

Fitur Prepopulated Permudah Proses Isi SPT Tahunan secara Otomatis di Coretax (CTAS)

Jakarta

Bandung

Bali

<h2>Syarat &amp; Ketentuan Umum Layanan Aplikasi Pajakku </h2>
Terima kasih telah memilih layanan PT. MITRA PAJAKKU (selanjutnya disebut "Pajakku"). Pajakku sangat menghargai dan mengapresiasi kepercayaan pengguna layanan Pajakku (selanjutnya disebut &ldquo;Pengguna&rdquo;) untuk memilih layanan Pajakku. Maka dari itu Pajakku berusaha selalu memberikan layanan yang terbaik demi kepuasan Pengguna dalam menggunakan layanan Pajakku.
Untuk selanjutnya, terdapat Syarat dan Ketentuan Umum Layanan Aplikasi Pajakku yang akan mengatur mengenai akses dan/atau penggunaan Pengguna terhadap produk dan layanan aplikasi perpajakan dari Pajakku, termasuk namun tidak terbatas pada layanan yang Pengguna akses melalui website, mobile, serta penggunaan pada sistem iOS dan Playstore.
Pengguna dengan ini menyatakan bahwa Pengguna adalah pihak yang cakap dan mampu untuk mengikatkan dirinya dalam sebuah perjanjian yang sah menurut ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Syarat dan Ketentuan Umum Layanan Aplikasi Pajakku ini tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, untuk memberikan kepercayaan yang maksimal terhadap Pengguna atas layanan Pajakku yang dijelaskan pada poin 7 tentang Peraturan Terkait pada Syarat dan Ketentuan Umum Layanan Aplikasi Pajakku ini.
Kemudian, dengan mendaftar dan/atau menggunakan Produk dan Layanan Aplikasi Pajakku, maka Pengguna dianggap telah membaca, memahami, menyetujui dan akan mematuhi ketentuan yang tercantum di bawah ini. Syarat dan Ketentuan ini juga merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan Kebijakan Privasi Pajakku dan End User License Agreement/Perjanjian Lisensi Pengguna Akhir Pajakku.
1. Definisi
1.1. PT Mitra Pajakku (Pajakku) adalah suatu perseroan terbatas yang bergerak dalam bidang Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) yang ditunjuk secara resmi oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sejak tahun 2005 melalui surat keputusan SK Kep No. 20/PJ/2005 hingga perubahan Surat Keputusan terakhir, sebagai berikut:&nbsp;
<ol>
<li style="list-style-type: none;">
<ol>
<li>SK KEP-217/PJ/2015 Penunjukan sebagai Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan</li>
<li>SK KEP-126/PJ/2016 Penyelenggara Layanan Kode Biling</li>
<li>SK KEP-19/PJ/2018 Penyelenggara Layanan e-Faktur Host to Host (H2H)</li>
<li>SK KEP-529/PJ/2019 Perpanjangan Penunjukan sebagai Penyalur SPT Elektronik</li>
<li>SK KEP-529/PJ/2019 Penyedia Aplikasi Pembuatan Kode Biling</li>
<li>SK KEP-529/PJ/2019 Penyelenggara e-Faktur Host to Host (H2H)</li>
<li>SK KEP-617/PJ/2019 Penyelenggara Layanan Pembuatan dan Penyaluran Bukti Pemotongan Elektronik</li>
<li>SK KEP-321/PJ/2020 Penyediaan Aplikasi Pembuatan dan Penyaluran Bukti Pemotongan Elektronik</li>
<li>SK KEP-321/PJ/2020 Penyelenggaraan e-Faktur Host-to-Host (H2H)</li>
<li>SK KEP-321/PJ/2020 Penyediaan Aplikasi Pembuatan Kode Billing</li>
<li>SK KEP-321/PJ/2020 Penyediaan Aplikasi SPT dalam Bentuk Dokumen Elektronik</li>
<li>SK KEP-379/PJ/2020 Penyediaan Layanan Validasi Status Wajib Pajak</li>
<li>SK KEP-380/PJ/2020 Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Dan Wajib Pajak Badan</li>
<li>SK KEP-388/PJ/2020 Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan</li>
<li>SK KEP-89/PJ/2021 Penyaluran SPT dalam Bentuk Dokumen Elektronik</li>
<li>SK KEP-428/PJ/2021 Penunjukan ulang sebagai Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan</li>
<li>SK KEP-537/PJ/2021 Penyelenggaraan layanan API validasi SPT</li>
<li>SK KEP-211/PJ/2022 Penyelenggaraan layanan API SPT Pemungut Bea Meterai</li>
</ol>
</li>
</ol>
Serta ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan RI sebagai Lembaga Persepsi Lainnya (LPL) melalui SK KEP 159/PB/2020.
Dan ditunjuk oleh Peruri sebagai distributor meterai elektronik melalui Surat Perjanjian no. SP-956/IX/2020
1.2. DJP adalah Direktorat Jendral Pajak yang berada di bawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia
1.3. DJPB adalah Direktorat Jendral Perbendaharaan yang berada di bawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia
1.4. Syarat &amp; Ketentuan adalah perjanjian antara Pengguna dan Pajakku yang memberikan informasi mengenai seperangkat peraturan yang akan mengatur tentang hak dan kewajiban, tanggung jawab Pengguna dan Pajakku, serta tata cara Pengguna dalam mengakses dan menggunakan Sistem Layanan Aplikasi Pajakku.
1.5. Pengguna adalah pihak yang menggunakan dan mengakses Layanan Aplikasi Pajakku, termasuk namun tidak terbatas pada badan hukum, karyawan, penerima kuasa yang sah dari badan hukum atau perseorangan.
1.6. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik dan memuat tanda tangan elektronik serta identitas yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
1.7. Passphrase atau umum disebut kata sandi (password) merupakan serangkaian angka dan/atau huruf dan/atau karakter tertentu yang digunakan sebagai kunci untuk mengakses akun Pengguna.
&nbsp;
&nbsp;
&nbsp;
1.8. Cookie adalah bagian kecil teks yang digunakan untuk menyimpan informasi di browser web, menerima identifikasi dan informasi lain di komputer dan perangkat lainnya.
1.9. Kebijakan Privasi adalah ketentuan kebijakan privasi atas Produk dan Layanan Aplikasi Pajakku sebagaimana tercantum dalam Situs <a href="https://www.pajakku.com/legal/PP/Kebijakan-Privasi">kebijakan privasi</a>
2. Akun dan Kata Sandi
2.1. Untuk menggunakan Layanan Aplikasi Pajakku, Pengguna harus terlebih dahulu terdaftar pada Layanan Aplikasi Pajakku dengan melengkapi data-data yang diminta pada saat pendaftaran akun. Pengguna menjamin informasi yang diberikan adalah informasi yang benar, akurat dan lengkap secara identitas hukum.
2.2. Pajakku secara otomatis akan mengirimkan email konfirmasi pada email terdaftar untuk mengkonfirmasi bahwa akun tersebut benar dibuat oleh Pengguna sebagai proses verifikasi.
2.3 Pengguna wajib menyetujui dan melakukan verifikasi, serta menjalankan prosedur dan arahan yang ditentukan oleh Pajakku
2.4. Pengguna sepenuhnya bertanggungjawab untuk memanfatkan, mengelola, menyimpan, merubah, menjaga, menghapus kata sandi dan akun, serta atas penggunaan akses yang sah maupun tidak sah yang terjadi di bawah akun pengguna.
3. Persetujuan
3.1. Pajakku tidak menjual data pengguna kepada Pihak Eksternal dan tidak membagikan informasi yang dapat mengidentifikasi pengguna secara langsung.
3.2. Pengguna memberikan kewenangan kepada Pajakku untuk menyimpan, mengumpulkan, memproses dan menganalisis data pengguna untuk meningkatkan kualitas Layanan Aplikasi Pajakku.
3.3. Pajakku hanya akan memberikan data pengguna kepada pihak terkait atau pihak yang diberi wewenang oleh Pajakku. Penyebarluasan data hanya akan dilakukan kepada pihak yang diizinkan oleh Pengguna.
3.4. Pengguna memberikan izin kepada Pajakku untuk memanfaatkan cookie dan melakukan pengiriman pesan pemasaran elektronik, dan update yang perlu diketahui oleh pengguna melalui alamat email dan/atau melalui nomor telepon terdaftar.
3.5. Pengguna memahami dan menyetujui bahwa menggunakan Layanan Aplikasi Pajakku dengan risiko Pengguna sendiri.
&nbsp;
3.6. Pajakku berhak kapanpun mengungkapkan informasi jika dianggap perlu untuk mematuhi undang-undang, peraturan, proses hukum, atau permintaan Lembaga Negara yang berlaku, secara keseluruhan maupun sebagian, berdasarkan kebijaksanaan Pajakku.
3.7. Pajakku dengan upaya terbaik menyediakan layanan untuk Pengguna, namun tidak memberikan jaminan bahwa penggunaan terhadap Layanan Aplikasi Pajakku akan selalu sesuai dengan harapan Pengguna, selalu ada dalam kualitas terbaik atau terbebas dari virus, kerusakan, bug, error, kehilangan data, dan gangguan lainnya dan Pengguna melepaskan Pajakku dari tuntutan sehubungan dengan terjadinya hal-hal tersebut.
3.8. Berhubungan dengan ketentuan dari poin 3.7. Pajakku akan tetap memberikan support serta pelayanan terbaik untuk setiap kendala yang mungkin timbul sehingga dapat segera terselesaikan dengan baik.
3.9. Pengguna menyatakan dan menjamin untuk membebaskan Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Bank Indonesia dari segala tuntutan yang berkait dengan penyediaan Layanan Aplikasi Pajakku.
4. Larangan
Selama menggunakan layanan Aplikasi Pajakku, pengguna dilarang secara sengaja maupun tidak sengaja, untuk :
4.1. Mengakses atau mencoba mendapatkan akses selain dari hak atau wewenang Pengguna.
4.2. Menyalahgunakan, mengubah, menyalin, meniru, membongkar, pemasangan BOT atau melakukan reverse engineering atas layanan aplikasi Pajakku yang digunakan.
4.3. Meneliti, memindai, atau menguji kerentanan Layanan Aplikasi pajakku atau sistem maupun jaringan terkait, atau mengganggu langkah pengamanan atau pemeriksaan autentikasi yang digunakan terkait Layanan Aplikasi Pajakku atau sistem dan jaringannya.
4.4. Melakukan tindakan yang merugikan atau menimbulkan ancaman terhadap Pajakku, termasuk menyebarkan virus, menimbulkan kelebihan beban atau mengirim spam.
4.5. Memalsukan identitas pribadi, perusahaan, atau afiliasi Anda sebagai orang lain atau entitas hukum lain.
&nbsp;
&nbsp;
&nbsp;
4.6. Menggunakan Layanan Aplikasi Pajakku untuk meraup keuntungan finansial &amp; non finansial dari diri sendiri atau orang lain lain, tanpa persetujuan Pajakku.
4.7. Pajakku berhak untuk membatasi atau meniadakan sama sekali akses Pengguna untuk menggunakan Layanan Aplikasi Pajakku lebih lanjut jika penggunaan menimbulkan pelanggaran terhadap hukum yang berlaku.
4.8. Pajakku berdasarkan kebijakan sendiri, berhak untuk menangguhkan atau menghentikan akses atau penggunaan terhadap Layanan Aplikasi Pajakku tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada Pengguna apabila Pengguna melakukan pelanggaran terhadap Syarat dan Ketentuan ini, Kebijakan Privasi, Perjanjian Kerja Sama antara pihak Pengguna dengan Pajakku, serta Perjanjian Lisensi Pengguna Akhir.
4.9. Pajakku tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada Pengguna, memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan yang perlu atas setiap dugaan pelanggaran atau pelanggaran Syarat dan Ketentuan ini, Kebijakan Privasi, Perjanjian Kerja Sama antara pihak Pengguna dengan Pajakku, Perjanjian Lisensi Pengguna Akhir sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia
4.10. Setiap pelanggaran yang dilakukan memiliki konsekuensi hukum dan diproses sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
&nbsp;
5. Batasan Tanggung Jawab Pajakku
5.1. Pajakku tidak bertanggung jawab terhadap kesalahan (human error) dan atas segala dampak kerugian yang timbul akibat tindakan pengguna dalam menggunakan Layanan Aplikasi Pajakku.
5.2. Pajakku tidak bertanggung jawab atas kesalahan yang terjadi, yang termasuk namun tidak terbatas pada:
5.2.1 Kesalahan dan/atau ketidak akuratan data dalam sistem yang di masukkan Pengguna;
5.2.2 Perubahan kebijakan akibat peraturan baru dari seluruh otoritas yang berwenang; dan/atau
5.2.3. Gangguan server atau koneksi internet Pengguna saat menggunakan Layanan Aplikasi Pajakku.
5.3. Pajakku telah memenuhi standarisasi:&nbsp;
<ol>
<li style="list-style-type: none;">
<ol>
<li>ISO 27001:2013 tentang Information Security Management</li>
<li>ISO 9001:2015 tentang Quality Management Systems</li>
<li>ISO 20000-1 :2018 tentang Service Management System Requirements</li>
<li>Penetration Test (Pentest) yang dilakukan oleh Pihak Ketiga.</li>
<li>User Acceptance Testing (UAT) dari DJP</li>
<li>User Acceptance Testing (UAT) &amp; System Integration Testing (SIT) dari DJPb</li>
</ol>
</li>
</ol>
6. Domisili Hukum dan Penyelesaian Perselisihan
6.1. Syarat dan Ketentuan ini dilaksanakan menurut ketentuan hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia, tanpa memperhatikan pertentangan aturan hukum.
6.2. Pengguna setuju bahwa tindakan hukum apapun atau sengketa yang mungkin timbul dari, berhubungan dengan, atau berada dalam cara apapun berhubungan dengan Pajakku dan/atau Syarat &amp; Ketentuan ini akan diselesaikan secara eksklusif dalam yurisdiksi pengadilan Republik Indonesia.
7. Peraturan Terkait
Syarat dan Ketentuan ini merupakan salah satu kewajiban Pajakku untuk memenuhi Peraturan-Peraturan antara lain :
7.1. Undang &ndash; Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
7.2. Peraturan Direktorat Jenderal Pajak PER-11/PJ/2019 tentang Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan
7.3. Peraturan Direktorat Jenderal Pajak PER-10/PJ/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2019 tentang Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan
7.4. Permenkominfo No 4 tahun 2016 tentang Sistem Manajemen Pengamanan Informasi
7.5. Permenkominfo No 20 tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik
7.6. Permenkominfo No 5 tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat
7.7. Perben No 8 tahun 2020 tentang Sistem Pengamanan Dalam Penyelenggaraan
7.8. General Data Protection Regulation (GDPR).
&nbsp;
&nbsp;
&nbsp;
&nbsp;
Syarat dan Ketentuan Pajakku dapat berubah dari waktu ke waktu karena perubahan peraturan perundang-undangan, peraturan lembaga terkait yang berwenang ataupun perubahan praktik pengolahan data yang dilakukan oleh Pajakku. Oleh karenanya pengguna diminta secara berkala membaca Syarat dan Ketentuan Pajakku yang dapat Pengguna baca melalui situs web <a href="http://www.pajakku.com/">www.pajakku.com</a>
Dengan ini Pengguna menyatakan telah membaca, mengerti dan setuju untuk terikat pada Syarat dan Ketentuan ini serta perubahannya.
Saya (Pengguna) Setuju
Kontak
Apabila Pengguna memiliki keberatan atau pertanyaan lebih lanjut berkaitan dengan Kebijakan Privasi ini maka Pengguna dapat menghubungi Pajakku melalui <a href="mailto:marketing@pajakku.com">marketing@pajakku.com</a>

Syarat & Ketentuan

Perjanjian Lisensi

Support Pajakku

Kebijakan Privasi

Layanan Pelaporan Pajak, PPh 21, PPN, PPh Badan dan PPh Orang Pribadi
Multi NPWP dengan Bukti Penerimaan Elektronik yang Sah.
Lisensi resmi DJP <a href="https://www.pajakku.com/tax-guide/12502/KEP_DIRJEN_PJK/KEP%20%E2%80%93%20211/PJ/2022">SK KEP-211/PJ/2022</a>

e-Filing Pajakku

Layanan Pembuatan Bukti Potong Unifikasi Pasal 4(2), 15, 22, 23 dan 26 berdasarkan <a href="https://www.pajakku.com/tax-guide/12188/KEP_DIRJEN_PJK/KEP%20-%2020/PJ/2021">PER 23/PJ/2020</a>
Lolos Uji Teknis DJP (BA-39/PJ.1234/2021)
Lisensi resmi DJP <a href="https://www.pajakku.com/tax-guide/12502/KEP_DIRJEN_PJK/KEP%20%E2%80%93%20211/PJ/2022">SK KEP-211/PJ/2022</a>

e-Bunifikasi

Platform Buat dan Konfirmasi Wajib Pajak, melalui:
- Registrasi Wajib Pajak
- Validasi NPWP
- Konfirmasi status Wajib Pajak
Lolos Uji Teknis DJP (BA-67/PJ.1234/2020, BA-73/PJ.1234/2020 dan BA-63/PJ.1234/2020)
Lisensi resmi DJP <a href="https://www.pajakku.com/tax-guide/12502/KEP_DIRJEN_PJK/KEP%20%E2%80%93%20211/PJ/2022">SK KEP-211/PJ/2022</a>

e-Konfirmasi Status Wajib Pajak

Aplikasi Pembuatan Kode Billing Bulk (Massal) dan Pembayaran Pajak
Lolos Uji Teknis DJP (BA-176/PJ.1234/2018)
Lisensi resmi DJP <a href="https://www.pajakku.com/tax-guide/12502/KEP_DIRJEN_PJK/KEP%20%E2%80%93%20211/PJ/2022">SK KEP-211/PJ/2022</a>

e-Bill Pajakku

Pajakku sebagai collecting agent DJPb menyediakan layanan pembayaran Pajak, Bea Cukai dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dengan Modul Penerimaan Negara (MPN G3).
MPN Pajakku telah terintegrasi dengan sistem pembuatan kode billing, sehingga bayar pajak kini bisa semudah isi pulsa -tanpa harus ke loket pembayaran.
Lisensi Resmi <a href="https://admin.pajakku.com/main/cms/productDetails/DJPb SK-KEP 159/PB/2020">DJPb SK-KEP 159/PB/2020</a>

Penerimaan Negara Pajakku

Layanan pengolahan seluruh pasal PPh (e-Bupot 21/26 dan Unifikasi) secara menyeluruh, dari proses hitung PPh, buat dan bayar kode billing, hingga pelaporan SPT Masa PPh
Kelola Pajak Penghasilan Bersama Tim, Kapan Saja di Mana Saja
Hemat Waktu dan Tenaga Dengan Pengerjaan Masal
Lolos Uji Teknis DJP (BA No. 9/PJ.10/2016)
Lisensi resmi DJP <a href="https://www.pajakku.com/tax-guide/12502/KEP_DIRJEN_PJK/KEP%20%E2%80%93%20211/PJ/2022">SK KEP-211/PJ/2022</a>

e-Pengolahan Pajak Terpadu

Platform Pengolah dan Pembuat Faktur Pajak dan e-SPT PPN
Real Time Terkoneksi Server DJP
Proses Ratusan Ribu Transaksi Faktur dalam Seketika
Lolos Uji Teknis DJP (BA-94/PJ.1234/2019 dan BA-06/PJ.1234/2020)
Lisensi resmi DJP <a href="https://www.pajakku.com/tax-guide/12502/KEP_DIRJEN_PJK/KEP%20%E2%80%93%20211/PJ/2022">SK KEP-211/PJ/2022</a>

Tarra e-Faktur Pajakku

Pajakku sebagai distributor resmi meterai elektronik Indonesia menyediakan sistem pembelian meterai elektronik (e-meterai) serta pembubuhan secara single maupun pada multi-dokumen sekaligus.
Bagi Pemungut Bea Meterai, juga dapat melaporkan SPT Masa Bea Meterai di aplikasi yang sama.
Selain aplikasi, Pajakku juga menyediakan <a href="https://pajakku.e-meterai.co.id/">portal POS e-Meterai Pajakku</a> yang dapat digunakan siapapun. Pajakku juga menyediakan kesempatan bagi wholesaler untuk bekerja sama

e-Met Pajakku

Sistem yang berfungsi sebagai kertas kerja perpajakan yang terintegrasi dengan aplikasi pengolahan pajak untuk pembuatan Faktur Pajak (Tarra) dan Bukti Potong (e-PPT).
Perekaman data transaksi
Automatic mapping jenis pajak terhutang
Menghitung Kewajiban Perpajakan yang terhutang
Melakukan equalisasi - rekonsiliasi - adjusment
Membuat SPT Tahunan Badan

Sistem Integrasi Perpajakan

Layanan pengelolaan dokumen perpajakan mulai dari Faktur Pajak, Nota Retur, Bukti Potong, hingga Bukti Penerimaan Negara kepada customer, supplier, dan karyawan dalam satu aplikasi

Artikel

Langganan Info Terbaru